Jumat, 24 September 2010

Nasionalisme Cinta Iwan Fals


Category:    Books
Genre:     Other
Author:    dharmo budi suseno
Judul Buku : Nasionalisme Cinta Iwan Fals Lacak Jejak Perjalanan dan Resensi
Lagu-lagu Iwan Fals
Pengarang : Dharmo Budi Suseno
Penerbit : Kreasi Wacana
Ukuran : 15,5 cm X 24 cm
Tebal : 159 Halaman
Cetakan : Kelima, Maret 2007

Buku ini sebenarnya merupakan cetak ulang yang kelima, catakan pertamanya pada bulan September 2004, tiga tahun yang lalu. Kalau dilihat dari berulanganya pencetakan ulang,bahkan sudah memasuki cetakan ke lima, maka bisa disimpulkan bahwa buku ini termasuk “Laris”, entah apa sebabnya.
Kenapa ada nada keraguan pada akhir alenia tadi? Entahlah? Larisnya buku ini mungkin karena sosok Iwan Falsn-ya sendiri, tak lebih dan tak kurang, selebihnya tidak ada yang istimewa. Karena tidak dapat dipungkiri, untuk mencari tulisan-tulisan yang mengungkap sosok sang Maestro hidup ini sangat susah dan dapat dikatakan sangat jarang terutama tulisan yang berbentuk buku. Dan kondisi inipun dapat menjadi pertanyaan selanjutnya. Kenapa begitu sulit menemukan atau mencari seorang penulis handal yang mau menulis Figur yang sudah atidak asing lagi ini. Bahkan dapat dikatakan sangat terkenal ini. Bukan hanya terkenal pada level tertentu, tapi sosok Iwan Fals sudah dikenal di semua kalangan, dari pengamen sampai penyanyi yang termasuk papan atas di negeri ini. Dari pemulung samapai pengusaha besar sekelas Setiawan Djodi. Dari rakyat jelata sampai Presiden. Bahkan begitu terkenalnya samapi sempat dimusuhi penguasa Orde Baru yang sempat berkuasa dinegeri begitu lamanya. Dengan dasar ini, tidakkah ada satu orang dari jutaan warga Indonesia yang mampu menuliskan sosok Iwan Fals dengan cukup baik, obyektif dan berbobot. Tidakkah ada satu percetakan dari sekian banyaknya yang ada di Negeri ini mau mencetak tulisan yang mengangkat Profil Figur ini. Dan kalau dilihat dari segi bisnis pastilah sosok ini begitu punya “Nilai Jual” yang sangat tinggi. Jawabnya tetap satu entahlah.

Senin, 20 September 2010

Virgiawan Listanto ( Iwan Fals )

Iwan Fals yang bernama lengkap Virgiawan Listanto (lahir di Jakarta, 3 September 1961; umur 49 tahun) adalah seorang penyanyi beraliran balada yang menjadi salah satu legenda hidup di Indonesia.
Lewat lagu-lagunya, ia 'memotret' suasana sosial kehidupan Indonesia di akhir tahun 1970-an hingga sekarang, serta kehidupan dunia pada umumnya, dan kehidupan itu sendiri. Kritik atas perilaku sekelompok orang (seperti Wakil Rakyat, Tante Lisa), empati bagi kelompok marginal (misalnya Siang Seberang Istana, Lonteku), atau bencana besar yang melanda Indonesia (atau kadang-kadang di luar Indonesia, seperti Ethiopia) mendominasi tema lagu-lagu yang dibawakannya. Namun demikian, Iwan Fals tidak hanya menyanyikan lagu ciptaannya sendiri tetapi juga sejumlah pencipta lain.
Iwan yang juga sempat aktif di kegiatan olahraga, pernah meraih gelar Juara II Karate Tingkat Nasional, Juara IV Karate Tingkat Nasional 1989, sempat masuk pelatnas dan melatih karate di kampusnya, STP (Sekolah Tinggi Publisistik). Iwan juga sempat menjadi kolumnis di beberapa tabloid olah raga.
Kharisma seorang Iwan Fals sangat besar. Dia sangat dipuja oleh kaum 'akar rumput'. Kesederhanaannya menjadi panutan para penggemarnya yang tersebar diseluruh nusantara. Para penggemar fanatik Iwan Fals bahkan mendirikan sebuah yayasan pada tanggal 16 Agustus 1999 yang disebut Yayasan Orang Indonesia atau biasa dikenal dengan seruan Oi. Yayasan ini mewadahi aktivitas para penggemar Iwan Fals. Hingga sekarang kantor cabang OI dapat ditemui setiap penjuru nusantara dan beberapa bahkan sampai ke manca negara.

Senin, 06 September 2010

INDONESIA JAYA


Bangsa kita hampir 65 tahun merdeka. Waktu yang cukup lama, agaknya kita perlu merenungkan kembali arti kemerdekaan, agar kita dapat memaknai kembali ucapan terima kasih secara lebih dalam. Kata ini mudah diucapkan, kedua kata ini sama-sama terdiri dari dua susunan kata; terima kasih, matur nuwun, dalam bahasa jawa, tapi tanggung jawab dari dua susunan kata tersebut amat besar dan dalam sekali. Jadi kalau kita ucapkan terima kasih itu terlalu kecil, dibanding jasa-jasa para pendahulu kita.